Kalau ngomongin budaya Indonesia, nggak akan ada habisnya. Dari Sabang sampai Merauke, setiap daerah punya keunikan masing-masing, termasuk suku Dayak di Kalimantan. Salah satu tradisi yang paling sakral dan menarik perhatian adalah Ritual Tiwah. Buat kamu yang belum pernah dengar, Tiwah adalah upacara adat untuk mengantarkan arwah leluhur menuju alam baka. Bukan sekadar seremoni biasa, ritual ini jadi bagian penting dari kehidupan spiritual masyarakat Dayak, khususnya yang menganut kepercayaan Kaharingan.
Apa Itu Ritual Tiwah?
Tiwah adalah upacara kematian kedua yang dilakukan beberapa waktu setelah seseorang meninggal. Tujuannya? Supaya arwah si mendiang bisa “naik kelas” ke tempat yang lebih damai di alam roh. Dalam kepercayaan Kaharingan, jiwa seseorang tidak bisa langsung pergi ke Lewu Tatau (semacam surga menurut kepercayaan mereka) setelah meninggal. Harus ada proses pengantaran yang benar dan lengkap. Nah, Tiwah inilah jembatannya.
Biasanya, ritual ini nggak dilakukan cuma buat satu orang. Kadang bisa sekaligus buat beberapa leluhur dari satu keluarga atau bahkan satu kampung. Jadi, nggak heran kalau upacaranya bisa berlangsung sampai berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, tergantung jumlah arwah yang akan di-Tiwah-kan.
Prosesi Sakral yang Penuh Warna
Ritual Tiwah bukan sekadar doa-doa dan persembahan. Ini benar-benar upacara besar yang melibatkan musik tradisional, tarian, nyanyian, hingga pemotongan hewan kurban—biasanya babi atau kerbau. Bahkan ada juga prosesi penggalian dan pemindahan tulang-belulang dari kuburan ke dalam tempat khusus bernama sandung.
Sandung ini bentuknya macam-macam. Ada yang sederhana, ada juga yang megah dengan ukiran khas Dayak. Di situlah tulang-tulang disimpan sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada leluhur. Selama prosesinya, suasana jadi ramai dan meriah. Masyarakat berkumpul, saling bantu, dan tentu saja—menjamu tamu. Nggak heran, Tiwah juga sering jadi ajang silaturahmi dan mempererat hubungan antarwarga.
Makna di Balik Tiwah
Meskipun penuh warna dan seru dilihat, Tiwah punya makna mendalam buat masyarakat Dayak. Ini bukan soal pamit-pamitan biasa, tapi bentuk kasih sayang terakhir kepada mereka yang sudah tiada. Lewat Tiwah, keluarga berharap arwah leluhur bisa tenang dan bahagia di alam sana, sekaligus menjaga keseimbangan antara dunia nyata dan dunia roh.
Di sisi lain, Tiwah juga jadi cara menjaga warisan budaya. Di zaman yang serba digital kayak sekarang, tradisi kayak gini jadi pengingat bahwa akar budaya kita tuh dalam banget. Ada nilai spiritual, kebersamaan, dan rasa hormat yang ditanamkan sejak dulu.
Tantangan dan Harapan
Sayangnya, nggak semua generasi muda Dayak paham atau tertarik untuk melestarikan Tiwah. Biayanya juga nggak sedikit, lho. Karena itu, beberapa upacara Tiwah sekarang dilakukan lebih sederhana. Tapi untungnya, makin banyak komunitas yang sadar pentingnya menjaga tradisi ini.
Pemerintah dan pelestari budaya juga mulai turun tangan. Beberapa daerah menjadikan Tiwah sebagai bagian dari kalender wisata budaya, biar makin banyak orang tahu dan menghargai tradisi ini. Tapi tentu saja, harus tetap dijaga kesakralannya, ya. Jangan sampai berubah jadi sekadar tontonan tanpa makna.
Penutup
Ritual Tiwah adalah salah satu bukti bahwa masyarakat Dayak punya hubungan yang sangat dalam dengan leluhur dan alam semesta. Di balik tarian dan musiknya yang meriah, tersimpan filosofi kehidupan yang dalam: bahwa kematian bukan akhir, melainkan perjalanan menuju kehidupan berikutnya.
Kalau suatu hari kamu berkesempatan melihat langsung upacara Tiwah, jangan cuma ambil foto dan video, ya. Rasakan juga maknanya. Karena di sana, kamu nggak cuma jadi saksi tradisi, tapi juga bagian dari warisan budaya Indonesia yang luar biasa.